Jumat, 22 November 2013



BOLEHKAH LAKI-LAKI MEMANDANG AMRAD (LAKI-LAKI; REMAJA/PEMUDA) YANG TIDAK BERJENGGOT?

Faishol bin ‘Abduh Qo’id Al-Hasyidi berkata dalam “Fitnatun Nadzor”: (Laki-laki) yang memandang laki-laki lain yang tidak berjenggot dengan pandangan karena syahwat adalah pintu yang kejelekan (yang dikhawatirkan akan menjurus kepada perbuatan liwath-pen), para ulama telah meberikan peringatan tentangnya dari zaman ke zaman. Al-Imam An-Nawawi –Rahimahullah- berkata: Sesungguhnya memandang pemuda tampan yang mencukur jenggotnya atau yang tidak tumbuh jenggotnya sama sekali dan memotong kumisnya adalah pandangan yang harom. Baik dengan syahwat atau dengan tanpa syahwat, atau merasa aman dari fitnah atau tidak merasa aman dari fitnah tetap harom, dan ini berdasarkan mazhab yang benar yang dipilih oleh ulama. Al-Imam Asy-Syafi’i dan ulama yang lainya –yang tidak terhitung jumlahnya- telah mengharamkannya. Dengan dalil perktaan Alloh –Ta’la-:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ [النور : 30]

“Katakanlah kepada orang-orang mukmin untuk menundukan pandangan-pandangann mereka” (An-Nuur: 30). Dan karena amrad (anak mudah yang tidak berjenggot) itu seperti wanita. Bahkan sebagian mereka atau kebanyakannya lebih cakap (tampan) dari pada wanita, mereka juga memungkinkan sebab-sebab fitnah yang tidak ada pada wanita, sehingga pengharaman mereka itu lebih utama. Oleh sebab itu perktaan ulama salaf tentang menjauh dari mereka terlalu banyak untuk di bilang, bahkan para ulama menamakan mereka busuk (al-antar) karena keadaan mereka yang dianggap kotor dalam syari’at.

Adapun memndang kepada mereka ketika jual beli, atau pengobatan, pengajaran dan lain-lain dari yang memang diperlukan maka boleh karena darurat. Akan tetapi tetap membatasi pandangan sesuai dengan keperluannya, dan tidak boleh memandang terus-menerus selain darurat. Bahkan pula seorang murid hanyalah dibolehkan memandang ketika diperlukan saja. Dan diharomkan kepada siapa saja dan pada keadaan bagaimana saja memandang dengan syahwat kepada setiap orang, baik laki-lakiataupun perempuan, apakah perempuan tersebut mahrom ataukah bukan mahrom. Hingga sahabat-sahabat kami mengatakan Diharomkan memnandang kepada mahromnya dengan syahwat seperti kepada anaknya atau ibunya. Wallahu a’lam. [“At-Tibyan fi Adabi Hamalat Al-Qur’an” (hal. 73-74)].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Diharomkan memandang dengan syahwat kepada wanita dan amrad dan barang siapa menganggapnya boleh memandangnya dengan syahwat maka dia kafir berdasarkan ijma’ [“Al-Ikhtiyaraat” (hal. 200)]. Sebagian ulama mengatakan: Takutlah memandang anak-anak raja karena fitnah mereka seperti fitnah gadis-gadis [Walaa Taqrabul Fawaahisy” (hal. 115)]. Dan berkata Al-Hasan bin Dzakwan: Janganlah kalian duduk-duduk dengan anak-anak hartawan karena paras-paras mereka bagaikan gadis sehingga mereka lebih besar fitnahnya daripada gadis [“Walaa Taqrabul Fawaahisy” (hal. 115)]. Sebagian tabi’in mengatakan: Tidaklah saya labih takutkan  atas seorang pemuda yang giat beribadah dari binatang buas yang menunggunya daripada seorang amrad yang duudk bersamanya. Dan dikatakan pula: Jangan sekali-kali seseorang bermalam dengan amrad di satu tempat, dan diharomkan hal itu karena di samakan dengan wanita. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Tidaklah seseorang berduaan dengan wanita melainkan syaithan yang pihak ketiga.” Sedangan amrad banyak yang lebih cakap daripada wanita, sehingga fitnahnya lebih dahsyat. Dan ucapan para salaf tentang menjauhi dan memperingatkan dari mereka terlalu banyak untuk dibatasai [“Mawaridul Zham’an” (Juz 5/Hal. 127)].

 

BAB VI

TAUBAT PARA HOMOSEKS

Pintu taubat akan selalu terbuka bagi siapa saja yang pernah melakukan dosa, baik itu dosa kecil ataupun dosa besar, dan bahkan setiap orang yang melakukan dosa wajib baginya untuk segera bertaubat. Al-Imam An-Nawawy Rahimahullah dalam “Riyadhus Sholihin Bab Taubat” berkata: “Taubat itu wajib bagi setiap [orang yang berbuat] dosa”.

Hal ini berdasarkan perintahnya Allah kepada kaum mukminah agar mereka menjaga kehormatan mereka, kemudian Allah –Ta’ala- memerintahkan untuk benar-benar bertaubat, Allah –Ta’ala- berkata dalam surat An-Nuur ayat 31:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.

Dan diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ary –Radhiyallahu ‘anhu-: Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata:

«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا».

“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada waktu malam supaya orang-orang yang berbuat dosa pada siang hari bertaubat, juga Allah membentangkan tangannya pada siang hari, supaya bertaubat orang-orang yang berbuat dosa pada waktu malam hari. Allah akan terus membentangkan tangan-Nya sampai matahari terbit dari barat”.

Juga Allah –Ta’ala- tegaskan dalam Al-Qur’an pada surat Huud ayat 3:

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِير.

Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat”.

Mengingat kita belum mendapatkan tentang sirah (perjalan hidup) orang-orang yang terdahulu yang pernah melakukan homoseks kemudian ada keterangan bahwa mereka bertaubat, maka dari sini bagi yang melakukan homoseks agar seharusnya benar-benar dan bersungguh-sungguh dengan kesungguhan yang paling puncaknya kesungguhan untuk bertaubat kepada Allah dan memohon kepada Allah –Ta’ala- kekuatan iman dan tekad. Sebagai penghibur dan kabar gembira Allah –Ta’ala- berkata dalam surat At-Tahrim ayat 8:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

 

 

6.1 INGIN TAUBAT DARI HOMOSEKS?

Penanya : Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Aku adalah seorang pemuda berusia 21 tahun. Semenjak usiaku 8 tahun, aku telah diuji dengan perbuatan liwath (gay). Hal itu terjadi karena ayahku disibukkan (dengan urusannya sehingga lalai) dari memberikan pendidikan yang baik kepadaku. Dan aku sekarang menjalani kehidupan yang penuh derita karena perbuatan liwath tersebut. Sekarangpun aku menyesali perbuatan itu, hingga rasa penyesalanku sampai pada tingkatan aku memikirkan untuk melakukan bunuh diri. Wal ‘iyaadzubillah. Dan yang menambah derita dan azab yang aku rasakan, keluargaku menghendaki aku untuk segera menikah.

Maka dari itu, aku mengharap dari engkau yang mulia, agar memberikan bimbingan kepadaku supaya bisa kembali ke jalan yang benar. Dan agar engkau memberikan obat menurut syar’i yang menyembuhkan aku dari masalahku ini sehingga aku bisa melepaskan diri dari kehidupan yang penuh azab, yang selama ini aku jalani karena melakukan perbuatan liwath (gay).

 

Samahatusy Syaikh Ibnu Bazz –Rahimahullah- menjawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullaahi wabarakaatuh.

’Amma ba’du: Aku memohon kepada Allah, agar Allah memberikan penjagaan kepadamu dari hal-hal yang telah engkau sebutkan.

Tidak diragukan lagi, bahwa apa yang telah engkau sebutkan, berupa perbuatan liwath (gay) yang engkau lakukan, itu merupakan dosa yang besar. Akan tetapi, solusi untukmu bisa lepas dari perbuatan liwath tersebut adalah hal yang mudah. Al-Hamdulillah.

Solusi itu adalah bersegeralah kamu untuk melakukan taubat dengan taubat yang sebenar-benarnya. Taubat yang sebenar-benarnya yaitu dengan menyesali perbuatan dosa/maksiat yang telah dilakukan pada waktu yang lampau dan besegera meninggalkan perbuatan dosa/maksiat tersebut. Taubat yang sebanar-benarnya juga harus dengan tekad yang benar untuk tidak kembali melakukan perbuatan dosa tersebut. Hal itu bisa dilakukan dengan berteman dengan orang-orang yang shalih, menjauh dari perkara-perkara yang bisa menjadi perantara untuk melakukan dosa itu kembali, dan bersegeralah engkau untuk menikah.

Dan aku berikan kabar gembira dengan kebaikan, keberuntungan dan kesudahan yang terpuji jika kamu benar dalam taubat yang kamu lakukan. Hal ini sebagaimana perkataan Allah -Ta’ala-:

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

“Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, supaya kalian mendapatkan keberuntungan”.

Dan perkataan Allah ‘azza wa jalla dalam surat At Tahrim:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang sebenar- benarnya”.

Dan perkataan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam: “Taubat yang benar itu menggugurkan dosa-dosa yang dilakukan sebelumnya”.

Dan perkataan beliau Shallallahu’alaihi wa sallam: “Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak mempunyai dosa “.

Dan semoga Allah memberikan taufiq kepadamu, meperbaiki hati dan amalanmu, serta semoga Allah mengaruniakan kepadamu taubat yang sebenar-benarnya taubat dan teman-teman yang shalih.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. (“Fataawa wa Maqaalaat bin Baaz”).

6.2 PENANGGULANGAN HOMOSEKS

Diantara upaya penanggulangan homoseks adalah:

v     Kembali kepada ajaran Islam dan merealisasikan konsekuensinya, sehingga tertanamlah pada diri aqidah shohihah, akhlakul karimah dan sifat-sifat yang terpuji lainnya. ketika seseorang telah melakukan hal ini, ia akan menemukan obat penyembuh yang paling ampuh, yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit [termasuk didalamnya penyakit homoseks], Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata: “Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan Allah menurunkan obatnya”. (Lihat “Shohihul Jami’”: 5558-5559).

v     Giat menghadiri majlis ilmu, memperbanyak membaca Al-Qur’an, menghayati dan merenungi makna-makna yang terkandung didalamnya dan memperbanyak mebaca siroh (perjalanan hidup umat terdahulu).

v        Apabila tidur dibuat pembatas dengan teman-temannya, hal ini untuk mengantisipasi adanya penyelewengan dan ini dalam rangka melaksanakan perkataan teladan kita Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dari  Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata:

«لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ».

“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain.”

v     Menghindari ikhtilath, menundukkan pandangan dan menikah.

v     Pemberantasan kemungkaran-kemungkaran yang diindikasikan akan menimbulkan adanya homoseks, dan ini adalah wewenang penguasa, sebab kalau setiap individu melaksakan hal ini maka akan menimbulkan madhorat yang lebih besar, diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry, beliau berkata: Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُغَيَّرَهُ بِيَدِهِ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَان.

Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya; bila ia tidak mampu, maka dengan lisannya; dan kalau juga tidak mampu maka dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”.

 

 

 

 

 

BAB VII

SEBAB UTAMA ADANYA HOMOSEKS DAN FREE SEX

 

Tidak diragukan lagi bahwa sebab utama seseorang terjatuh dalam kemaksiatan seperti homoseks dan free sex adalah karena beberapa faktor, diantaranya:

  1. Tidak bepegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shohihah di atas bimbingan salaful ummah. Di dalam Al-Qur’an dalam banyak ayat memerintahkan kita untuk menjaga diri, menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan, di dalam As-Sunnah pun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas memerintahkan kita ketika akan tidur di antara sesama jenis agar membuat pembatas yang akan menghalangi kita ketika diluar kesadaran dalam tidur.

  2. Tidak memahami makna yang terkandung di dalam kalimatut tauhid “Laa Ilaha Illallah” serta tidak melaksanakan konsekuensi yang terkandung dalam makna tersebut.

  3. Bodoh terhadap Islam dan hukum-hukum yang ada di dalamnya, bodoh terhadap syari’at adalah pemicu utama seseorang untuk berani berbuat dosa, dan merupakan perkara yang disepakati bagi orang yang memiliki akal sehat.

  4. Mempelajari agama bukan pada ahlinya, dan pemicu utama kerusakan terbesar dan kebinasaan karena bermuara pada bergampangan menimba ilmu dari orang yang tidak jelas jati dirinya, hingga sampai ada yang menghalalkan homoseks dan berbagai kemaksiatan lainnya, jika apabila dipelajari ilmu dari orang semacam ini maka kemungkinan terjatuh pada perbuatan tersebut akan mudah karena sudah diyakini boleh-boleh saja.

  5. Mengikuti hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada perkara yang haram. Dinamakan hawa karena menyeret pelakunya di dunia kepada kehancuran dan di akhirat kepada neraka Hawiyah”. (“Mufradat Alfazhil Qur’an” (hal. 848)]. Allah –‘azza wa jalla- berkata dalam surat Yusuf ayat 53:


إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ.

“Sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyeruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku”.

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –Rahimahullah- berkata dalam “Taisîr Al-Karîmirrahmān” (hal. 400): “Kebanyakan hawa nafsu itu menyuruh pengekornya kepada kejahatan, yaitu kekejian dan seluruh perbuatan dosa”.

Dan hukuman yang di segerakan bagi pengekor hawa nafsu adalah sebagaimana perkatan Allah “Azza wa jalla- dalam surat Al-Mukminun ayat 55 sampai 56:

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ (55) نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ (56).

“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan pada mereka (menunjukkan bahwa) Kami bersegera memeberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar”.

Allah –‘Azza wa jalla- juga berkata dalam surat Al-Isra’ ayat 18:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا.

“Barangsiapa menhendaki kehidupan dunia, maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami kehendaki baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir”.

Allah –‘Azza wa jalla- berkata dalam surat Ali Imran ayat 196 sampai 197:

لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ (196) مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ (197).

“Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam,dan Jahannam itulah seburuk-buruk tempat kembali”.

Allah –‘Azza wa jalla- berkata dalam surat Al-Jatsiyah ayat 23:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ.

“Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”

Allah –‘Azza wa jalla- berkata dalam surat Al-Isra’ ayat 16:

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا.

“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.

Allah –‘Azza wa jalla- berkata dalam surat Al-A’raf ayat 176:

وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ.

“Dan mereka memperturutkan hawa nafsunya, maka perumpamaanya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya mengulurkan lidahnya. Dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga)”.

Ibnu Muqfi’ berkata sebagaimana dalam “Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an” (Juz 16/Hal. 166): Sesungguhnya hawa nafsu itu hina, Jika kamu ikut, maka kamu menjadi hina.

Orang yang senang dengan melakukan maksiat (homoseks, free sex, dan semisalnya) maka itu merupakan buah dari hawa nafsu yang akan melahirkan kehinaan dan kehinaan tidak akan lenyap kecuali dengan cara kembali kepada agama dan berpegang teguh dengannya, Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata: “Jika kalian berjual beli dengan system ‘ienah, kalian tersibukkan dengan ternak dan ladang kalian dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan. Allah tidak akan mencabut kehinaan tersebut sampai kalian kembali kepada agama kalian”. [HR. Abu dawud (no. 3462) dan di shahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam “Ash-Shahihah” (no. 11)].

Al-Imam Ibnu Qayyim –Rahimahullah- berkata dalam “Ad-Da’ wad-Dawa’” (hal. 94): “Kemaksiatan akan mewariskan kehinaan, karena kemuliaan itu hanya dapat diraih dengan ketaatan kepada Allah”.

Orang yang menjerumuskan dirinya kedalam perbuatan yang hina seperti homoseks maka dia telah lalai dan telah lupa terhadap peringatan Rabbnya dalam surat Al-Baqarah ayat 195:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ.

“Janganlah kamu menjatuhkan dirimu kedalam kebinasaan”.

Sebagaimana telah lewat keterangan tentang akibat dari berbuat homoseks khususnya dan maksiat pada umumnya yang telah menjerumuskan kepada kebinasaan dan mengakibatkan banyak korban. Diantara pula ratap tangis para pengekor hawa nafsu adalah perkataan Allah –‘Azza wa jalla- dalam surat As-Sajdah ayat 12:

وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ.

“Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya dihadapan Rabbnya. (Mereka berkata): “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikan kami (kedunia). Kami akan mengerjakan amal shalih. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin”.

Allah –‘Azza wa jalla- berkata dalam surat Az-Zukhruf ayat 77:

وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ.

“Mereka menyeru: “Hai Malik, biarlah Rabbmu membunuh kami saja, “Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)”.

Allah –‘Azza wa Jalla- berkata dalam surat Ghafir ayat 47:

وَإِذْ يَتَحَاجُّونَ فِي النَّارِ فَيَقُولُ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا نَصِيبًا مِنَ النَّارِ.

“Dan (ingatlah), ketika mereka berbantah-bantahan dalam neraka. Orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu mengidandarkan kami sebagian api neraka?”

Al-Hafidz Ibnu Katsir –Rahimahullah- berkata dalam “Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim” (Juz 4/hal. 84): “Orang yang lemah yaitu para pengikut akan berkata kepada orang yang sombong yaitu pembesar dan tokohnya: “Kami di dunia mentaati seruanmu berupa kekufuran dan kesesatan, maka dapatkah kamu mengambil siksaan Allah ini sekalipun hanya sedikit.”

Al-Hafidz Ibnu Katsir –Rahimahullah- berkata dalam “Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim” Juz 3/Hal. 540: “Allah akan membalas kamu disebabkan perbuatanmu. Masing-masing akan membalas kamu disebabkan perbuatanmu. Masing-masing akan disiksa sesuai dengan kezhalimannya.”

Allah –‘Azza wa jalla- berkata dalam surat Al-Mulk ayat 6 sampai10:

وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (6) إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ (7) تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8) قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9) وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ (10).

“Dan orang-orang yang kufur kepada Rabbnya, (mereka memperoleh) azab jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Apabila mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang mereka menggelagak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan kedalam sekumpulan (orang-orang yang kufur), penjaga-penjaga neraka itu bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepadamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab: “Benar ada, Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatu pun” Kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penhuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”.

Allah –‘Azza wa jalla- berkata dalam surat Al-Ahzab ayat 66 sampai 67:

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا (66) وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا (67).

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan ke dalam neraka, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. Dan mereka berkata: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang lurus)”.

  1. Tasyabbuh (menyerupai) sesama jenis, khususnya ini terjadi pada “waria” yang awalnya mereka adalah laki-laki namun kemudian mereka melelang harga diri mereka dan berdandan seperti wanita yang akibatnya berani melakukan liwath.

  2. Membujang. Hidup membujang memiliki nilai tersendiri dikalangan sufyisme, yang tidak mau kalah tanding dengan para biarawan dan biarawati, tidak heran jika di dapati ada dari mereka “tidak hanya terjangkiti” bahkan pemain utama homoseks.

  3. Merasa bahwa dirinya aman dari fitnah. Orang yang merasa dirinya aman dari fitnah alias “PD” bahwa ia tidak mungkin akan terjatuh pada perbuatan semisal homoseks maka ini bertanda kalau justru ia yang akan condong ke arah sana, karena ini bentuk sikap bangga diri, angkuh dan sombong, apabila sifat seperti ini telah merasuki dirinya maka ia akan jauh dari muhasabah (intropeksi) diri, dan dia merasa seolah-oleh tidak butuh lagi dengan hidayah dari Allah ‘Azza wa jalla. Sekadar contoh betapa banyak orang yang dahulu istiqomah di atas manhaj salaf dan mereka merasa kalau diri-diri mereka akan terus konsisten namun ternyata justru mereka yang berjungkir balik terlebih dahulu dari orang yang biasa-biasa saja, Wallahul musta’an.

  4. Diantara wasilah utama terjerumusnya seseorang ke jurang homoseks, free sex dan semisalnya karena berawal dari ikhtilath. Sekali ber-ikhtilath setelahnya akan tergoreskan satu titik hitam pada hati seseorang, yang goresan tersebut berasal dari pandangan mata. Dan akan semakin besar goresan hitam pada hati tersebut apabila semakin terus terulang atau apabila sampai menyentuh apa yang harom untuk disentuh maka akan memperparah keruhnya goresan.  Nas-alullahas salamah wal ‘afiyah. [Untuk pembahasan ini silahkan merujuk ke tulisan kami “Ikhtilath Wabah yang Mengerikan”].


10.  Berkurangnya keimanan. Sudah menjadi keyakinan bagi setiap muslim, bahwasanya iman bertambah dan berkurang, bertambah dengan keta’atan dan berkurang dengan maksiat. Dan lenyapnya keimanan kaum Luth terhadap Allah dan Nabi-Nya (Luth ‘Alaihis salam) disebabkan karena berbuat fahisy (homoseks).

11.  Hilangnya rasa takut kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, apabila rasa takut telah lenyap dari seseorang maka ia akan semakin gagah berani berbuat dosa walaupun terang-terangan melakukannya, baik dosa kecil maupun dosa besar ia terjang tanpa peduli apapun akibatnya.

12.  Tidak menundukkan pandangan. Pandangan adalah faktor yang paling mendominasi adanya keinginan untuk berbuat yang diingini oleh hati, homoseks berawal dari pandangan dan kemudian berakhir dengan pembenaran dengan seks.

13.  Tasyabbuh dengan orang-orang kafir. Pelaku utama homoseks adalah dari orang-orang yang kafir kepada Allah, berawal dari zaman nabi Luth ‘Alaihis salam hingga di zaman ini, kemudian banyak dari kaum muslimin terbawa arus perkembangan teknologi, mereka menyaksikan para homoseks di sinetron, di internet dan di berbagai macam media yang kemudian menuntut mereka untuk memperaktekkannya. Nasalullahassalamah wal ‘afiyah.

14.  Meremehkan dosa homoseks.

15.  Adanya keyakinan bahwa ia sudah terbebas dari beban syari’at, ia boleh melakukan apa saja yang ia kehendaki. Apabila keyakinan semacam ini telah menjalar pada diri seseorang maka dosa sebesar apapun teranggap suatu mainan biasa yang tidak ada apa-apanya.

16.  Merasa dirinya pasti akan diampuni walaupun terus menerus di atas maksiat dengan dalil hadits Mu’adz bin Jabal: …….dan hak hamba atas Alloh adalah Allah tidak akan mengazab orang yang tidak menyekutukan dengan-Nya seseuatu apapun.” Akhirnya dengan pemahamannya yang dangkal terhadap dalil tersebut ia semakin giat bermaksiat yang pada akhirnya iapun binasa.

17.  Kebiasaan menjima’i isteri pada dubur (anal), yang kemudian disaat-saat tidak ada istrinya iapun mencari pengganti dengan prinsip “yang penting berdubur atau berlubang” yang akibatnya laki-laki lain, anak-anak, orang tua jompo, binatang bahkan sesuatu yang berlubang menjadi obyek prakteknya.

18.  Putus asa, merupakan pemicu utama seseorang semakin giat berbuat homoseks, sebagaimana hal ini terjadi pada waria, karena mereka telah diperdaya oleh keadaan yang pada akhirnya mereka putus asa dan kemudian mereka meneruskan pekerjaan keji mereka dengan terus menerus.

0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Terbaru

Popular Posts