Sabtu, 03 September 2011

Tentunya bacaan dan wirid terbaik untuk meruqyah adalah kalam Pencipta, Pemilik dan Pengatur alam semesta ini. Menggunakan kalam-Nya dalam meruqyah mengandung keberkahan Ilahi yang tak terkira. Ketika seorang peruqyah mengharapkan kesembuhan hanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka sangat tepat dan utama bila dia menggunakan Kalamullah. Ucapan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berupa Al-Qur`an sendiri memang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penyembuh dari segala jenis penyakit. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفاءٌ لِما فِي الصُّدُورِ وَهُدىً وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57)
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an sesuatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra`: 82)
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدىً وَشِفاءٌ
“Katakanlah: ‘(Al-Qur`an) itu adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman’.” (Fushshilat: 44)
Alam semesta ini adalah ciptaan, milik, dan aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada satu kekuatan pun yang mampu berhadapan dengan kemahakuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Para malaikat pingsan dan tersungkur sujud tatkala mendengar firman-firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas langit sana. Sedangkan langit-langit bergemuruh dengan dahsyat karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana hal ini telah dikabarkan oleh Rasul yang jujur lagi dibenarkan ucapannya, yaitu Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَوْ أَنْزَلْنا هذَا الْقُرْآنَ عَلى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خاشِعاً مُتَصَدِّعاً مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثالُ نَضْرِبُها لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur`an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (Al-Hasyr: 21)
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Termasuk perkara yang dimaklumi bahwa sebagian ucapan memiliki keistimewaan dan kemanfaatan yang telah teruji. Maka bagaimana kita menganggap ucapan Rabb semesta alam ini? Tentunya keutamaan ucapan-Nya atas segala ucapan yang lain seperti keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas seluruh makhluk-Nya. Ucapan-Nya merupakan penyembuh yang sempurna, pelindung yang bermanfaat, cahaya yang memberi petunjuk, dan rahmat yang menyeluruh. Ucapan-Nya yang sekiranya diturunkan kepada sebuah gunung niscaya akan pecah karena keagungan dan kemuliaan-Nya.” (Lihat Zâdul Ma’âd cet. Muassasah Ar-Risalah hal. 162-163)
Berobat dengan Al-Qur`an adalah penyembuhan yang mujarab. Terlebih lagi jika dibacakan oleh seorang yang memiliki kekuatan iman. Dengan demikian, pengaruh bacaan itu akan bertambah ampuh untuk pengobatan segala penyakit dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Penyembuhan dengan Al-Qur`an tak hanya bagi penyakit jiwa, bahkan juga sangat mumpuni bagi penyakit jasmani. Cukuplah sebagai bukti konkretnya peristiwa yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu (lihat rubrik Hadits). Hadits tersebut menunjukkan betapa besar pengaruh Al-Qur`an bagi penyembuhan penyakit jasmani. Bila seorang muslim melakukannya dengan keyakinan penuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya akan terealisasi dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Menurut sebagian kalangan, letak ruqyah dalam surat Al-Fatihah adalah pada firman-Nya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan memohon pertolongan.”
Dan tidak diragukan lagi bahwa dua kalimat ini termasuk bagian yang terkuat dari obat ini. Karena keduanya mengandung penyerahan, penyandaran, pemasrahan, permohonan tolong, permintaan, dan kebutuhan yang total kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula, keduanya menggabungkan puncak segala tujuan, yaitu peribadahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sarana yang paling utama yaitu permintaan tolong untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak terdapat pada selainnya.
Suatu ketika, aku pernah jatuh sakit di kota Makkah. Aku sama sekali tidak mendapatkan seorang dokter dan obat. Maka aku pun berobat dengan surat Al-Fatihah. Aku ambil minum dari air Zamzam dan kubacakan atasnya surat Al-Fatihah, lalu aku meminumnya. Aku pun sembuh secara total. Semenjak itu, aku selalu berpegang dengan cara pengobatan ini pada kebanyakan penyakit yang aku derita. Akhirnya aku benar-benar meraih manfaat dengan surat Al-Fatihah.” (Zâdul Ma’âd, 4/164, cet. Muassasah Ar-Risalah)
Penyembuhan Al-Qur`an terhadap penyakit jiwa sangat manjur pula. Seperti untuk penyembuhan sempit dada, pengaruh sorotan mata yang jahat dan mampu merusak akal dan jiwa, kemasukan jin, kena sihir, dan lain-lain. Kesimpulannya, Al-Qur`an adalah obat bagi segala penyakit.
Selain Al-Fatihah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga meruqyah dengan Al-Mu’awwidzat sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Beliau berkata:
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْفُثُ عَلَى نَفْسِهِ فِي المَرَضِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ، فَلَمَّا ثَقُلَ كُنْتُ أَنْفِثُ عَلَيْهِ بِهِنَّ، وَأَمْسَحُ بِيَدِ نَفْسِهِ لِبَرَكَتِهَا»
“Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Mu’awwidzât dan meniupkannya dengan sedikit meludah atas diri beliau di masa sakit beliau yang membawa kepada kematiannya. Tatkala beliau merasa semakin parah, aku yang membacakan Al-Mu’awwidzaat dan meniupkannya atas beliau. Aku usapkan bacaan itu dan tiupan (ludah)nya dengan tangan beliau sendiri. Hal ini karena keberkahan tangan beliau.” (HR. Al-Bukhari)
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullâh menyebutkan hadits ini dalam kitab Shahih-nya dengan judul Bab Meruqyah dengan Al-Qur`an dan Al-Mu’awwidzat. Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu menjelaskan hal ini sebagai berikut: “Judul bab ini merupakan metode untuk mengikutkan hukum sesuatu yang khusus (Al-Mu’awwidzât) dengan sesuatu yang umum (Al-Qur`an). Karena yang dimaksud dengan Al-Mu’awwidzat adalah surat Al-Falaq, An-Naas, dan Al-Ikhlash sebagaimana telah lewat penjelasannya di bagian akhir Kitab At-Tafsir (dalam Shahih Al-Bukhari). Bisa jadi istilah Al-Mu’awwidzat di sini termasuk Bab At-Taghlib (penggunaan istilah untuk sesuatu yang biasa dipakai). Atau yang dimaksud (dengan Al-Mu’awwidzat) adalah surat Al-Falaq, An-Naas, dan seluruh ayat-ayat Al-Qur`an yang mengandung ta’awwudz (permintaan perlindungan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Kemudian Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan sebuah ayat sebagai contoh ucapannya. Namun beliau mengatakan bahwa pendapat yang pertama lebih baik. Beliau menyebutkan pula sebuah hadits dengan sanadnya yang disebutkan di dalamnya: “Tak ada ruqyah kecuali dengan Al-Mu’awwidzât.” Lalu beliau berbicara tentang kelemahan hadits ini dari sisi periwayatannya. Menurut beliau, jika hadits ini shahih maka hukumnya telah dihapuskan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan untuk meruqyah dengan Al-Fatihah.
Setelah beberapa penjelasan, beliau pun berkata: “…Hal ini tidak menunjukkan larangan ber-ta’awwudz (berlindung) dengan selain dua surat ini (Al-Falaq dan An-Naas). Hal itu hanyalah menunjukkan keutamaannya. Terlebih lagi, telah ada dalil yang membolehkan ber-ta’awwudz dengan selain keduanya. Hanya saja beliau mencukupkan diri dengan keduanya, karena keduanya mengandung al-isti’adzah (perlindungan) yang ringkas dan padat dari segala perkara yang tidak disukai, baik secara global maupun rinci….” (Fathul Bâri, 10/236-237 cet. Darul Hadits)
Bolehnya meruqyah dengan Al-Qur`an tak terbatas pada surat Al-Fatihah, Al-Falaq, An-Naas, dan Al-Ikhlas. Karena Al-Qur`an secara keseluruhan merupakan obat bagi segala penyakit. Oleh karena itu, boleh meruqyah dengan ayat atau surat mana saja dari Al-Qur`an. Ibnu Baththal rahimahullahu berkata: “Bila diperbolehkan meruqyah dengan Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) yang keduanya merupakan dua surat dari Al-Qur`an, berarti meruqyah dengan yang selebihnya dari Al-Qur`an juga diperbolehkan. Karena seluruhnya adalah Al-Qur`an.” (Dinukil dari kitab Ahkam Ar-Ruqa wa At-Tama`im hal. 38)
Demikian pula boleh meruqyah dengan nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Al-Qur`an juga mengandung keduanya. Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Jibril ‘alaihissalam pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jibril bertanya: “Wahai Muhammad, apakah engkau mengeluhkan rasa sakit?” Nabi menjawab: “Iya.” Maka Jibril membacakan:
بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ، أَوْ حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ، بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ
Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu dan keburukan setiap jiwa atau sorotan mata yang dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.” (HR. Muslim)
Adapun doa-doa yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meruqyah juga merupakan pengobatan yang mujarab. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kata-kata yang ringkas dan padat (jawami’ul kalim) sehingga doa-doa yang beliau baca benar-benar barakah. Inilah keistimewaan yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bila kita memakai doa-doa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meruqyah dengan keyakinan yang mantap, niscaya manfaatnya akan tampak nyata dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam tulisan ini kami akan menyebutkan sebagian doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu. Namun bukan berarti tidak ada yang lain lagi. Selama suatu doa dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih untuk meruqyah dirinya atau orang lain maka kita diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk menggunakannya. Sebaik-baik teladan adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.
Mengenai doa-doa yang kami maksud adalah sebagai berikut:
1. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata kepada Tsabit Al-Bunani: “Maukah engkau aku ruqyah dengan ruqyah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Tsabit menjawab: “Ya”. Maka Anas membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ البَاسَ، اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, yang menghilangkan segala petaka, sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada yang bisa menyembuhkan kecuali Engkau, sebuah kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam riwayat lain dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata: “Dahulu bila salah seorang dari kami mengeluhkan rasa sakit maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusapnya dengan tangan kanan beliau dan membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ البَاسَ، اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
Ya Allah, Rabb sekalian manusia, hilangkanlah petakanya dan sembuhkanlah dia, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada penyembuh kecuali penyembuhan-Mu, sebuah penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meruqyah dengan membaca:
امْسَحِ البَاسَ رَبَّ النَّاسِ، بِيَدِكَ الشِّفَاءُ، لاَ كَاشِفَ لَهُ إِلَّا أَنْتَ
Hapuslah petakanya, wahai Rabb sekalian manusia. Di tangan-Mu seluruh penyembuhan, tak ada yang menyingkap untuknya kecuali Engkau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila meruqyah beliau membaca:
بِسْمِ اللَّهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، يُشْفَى سَقِيمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا
Dengan nama Allah. Tanah bumi kami dan air ludah sebagian kami, semoga disembuhkan dengannya orang yang sakit di antara kami, dengan seizin Rabb kami. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Dari Abu Al-‘Ash Ats-Tsaqafi radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau mengeluhkan sakit yang dirasakannya di tubuhnya semenjak masuk Islam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِي تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ، وَقُلْ بِاسْمِ اللهِ ثَلَاثًا، وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
“Letakkanlah tanganmu pada tempat yang sakit dari tubuhmu dan ucapkanlah, ‘Bismillah (Dengan nama Allah)’ sebanyak tiga kali. Lalu ucapkanlah:
أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
‘Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan sesuatu yang kurasakan dan kuhindarkan,’ sebanyak tujuh kali.” (HR. Muslim)
5. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

“Barangsiapa mengunjungi orang sakit selama belum datang ajalnya, lalu dia bacakan di sisinya sebanyak tujuh kali:
أَسْأَلُكَ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيْكَ
‘Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Pemilik ‘Arsy yang besar, semoga menyembuhkanmu,’ niscaya Allah akan menyembuhkannya dari penyakit itu.” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Takhrij Al-Adzkar)
6. Dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungiku (ketika aku sakit) dan beliau membaca:
اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا
“Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d. Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d.” (HR. Muslim)
Cara-Cara Meruqyah
Perkara lain yang demikian serius untuk diperhatikan oleh seorang peruqyah adalah tidak melakukan tatacara ruqyah yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ruqyah adalah amal yang disyariatkan, maka hendaknya sesuai dengan ajaran yang mengemban syariat. Berikut ini beberapa tatacara ruqyah yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
1. Meniup dengan air ludah yang sangat sedikit, bukan meludah.
Inilah yang disebut dengan an-nafats. Sedangkan di atasnya adalah at-tafal, dan di atasnya adalah al-buzaq, yang disebut dalam bahasa kita dengan meludah. Yang disyariatkan ketika meruqyah adalah melakukan an-nafats dan at-tafal. Tatacara ini telah dijelaskan dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Hadits ini menunjukkan bolehnya melakukan an-nafats dan at-tafal dalam meruqyah. Ini adalah pendapat sekumpulan shahabat dan jumhur para ulama.
Adapun waktu pelaksanaannya, boleh dilakukan sebelum membaca ruqyah, sesudahnya, atau bersamaan. Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang sebagiannya diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, sedangkan yang lain hanya diriwayatkan oleh Al-Bukhari saja dan hadits Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
2. Meruqyah tanpa an-nafats dan at-tafal.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari sebagaimana telah disebutkan di atas. Demikian pula ruqyah yang dilakukan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu dan diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.
3. Meniup dengan air ludah yang sangat sedikit (an-nafats) pada jari telunjuk, lalu meletakkannya di tanah kemudian mengusapkannya pada tempat yang sakit ketika melakukan ruqyah.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang diriwayatkan Al-Imam Muslim.
4. Mengusap dengan tangan kanan pada tubuh setelah membaca ruqyah atau pada tempat yang sakit sebelum membaca ruqyah.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan hadits ‘Utsman bin Abil ‘Ash yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.
5. Menyediakan air dalam sebuah bejana lalu membacakan ruqyah yang disyariatkan padanya, dan meniupkan padanya sedikit air ludah. Kemudian dimandikan atau diminumkan kepada orang yang sakit, atau diusapkan ke tempat yang sakit.
Ini berdasarkan hadits ‘Ali radhiallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 548) dan hadits Tsabit bin Qais bin Syammas radhiallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Abu Dawud, An-Nasa`i serta yang lainnya, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 1526). Hal ini juga dikuatkan oleh beberapa atsar sebagaimana dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dan Mushannaf Abdur Razaq.
Demikian pula sebelum ini kami telah membawakan pengakuan Ibnul Qayyim bahwa ketika beliau sakit di Makkah pernah berobat dengan meminum air Zamzam yang dibacakan atasnya Al-Fatihah berulang kali. Selanjutnya beliau berkata: “Darinya aku memperoleh manfaat dan kekuatan yang belum pernah aku ketahui semisalnya pada berbagai obat. Bahkan bisa jadi perkaranya lebih besar daripada itu, akan tetapi sesuai dengan kekuatan iman dan kebenaran keyakinan. Wallahul Musta’an.” (Madarijus Saalikin, 1/69)
Cara yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim ini juga merupakan pendapat Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz rahimahumallah. (Lihat Ahkaam Ar-Ruqa wa At-Tama`im hal. 65)
6. Menuliskan ayat-ayat Al-Qur`an pada selembar daun, atau yang sejenisnya, atau pada sebuah bejana lalu dihapus dengan air, kemudian air itu diminum atau dimandikan kepada orang yang sakit.
Cara ini diperselisihkan hukumnya di kalangan para ulama. Di antara yang membolehkannya adalah Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Abu Qilabah, Ahmad bin Hanbal, Al-Qadhi ‘Iyadh, Ibnu Taimiyyah, dan Ibnul Qayyim. Sedangkan yang memakruhkannya adalah Ibrahim An-Nakha’i, Ibnu Sirin, dan Ibnul ‘Arabi rahimahumullah. Al-Lajnah Ad-Da`imah sebagai tim fatwa negara Saudi Arabia pernah ditanya tentang hal ini. Mereka menjawab bahwa hal ini tidak datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Al-Khulafa` Ar-Rasyidun, dan para shahabat yang lainnya. Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tidaklah shahih. Selanjutnya mereka menyebutkan nama-nama ulama yang membolehkan sebagaimana yang tadi telah kami singgung. Kemudian mereka berkata: “Bagaimana pun juga bahwa amalan yang seperti ini tidaklah dianggap syirik.” (Lihat Majmu’ Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah soal no. 184)
Demikianlah beberapa penjelasan tentang ruqyah syar’i yang bisa kami cantumkan dalam tulisan ini. Sebenarnya masih banyak pembahasan tentang ruqyah syar’i yang tidak bisa kami sertakan di sini karena keterbatasan tempat. Semoga yang kami tuliskan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bermanfaat bagi seluruh pembaca yang budiman. Akhirnya, kesempurnaan itu hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin, walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
(Selesai)
Jangan sampai ketinggalan baca semuanya (Serial RUQYAH 1 - 6)

0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Terbaru

Popular Posts