Sabtu, 03 September 2011

Ruqyah telah dikenal oleh masyarakat jahiliyyah sebelum Islam. Tetapi kebanyakan ruqyah mereka mengandung kesyirikan. Padahal Islam datang untuk mengenyahkan segala bentuk kesyirikan. Alasan inilah yang membuat Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam melarang para shahabat radhiallahu ‘anhum untuk melakukan ruqyah. Kemudian beliau membolehkannya selama tidak mengandung kesyirikan. Beberapa hadits telah menjelaskan kepada kita tentang fenomena di atas. Di antaranya:
1. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallâhu ‘anhu, bahwa beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya segala ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Asy-Syaikh Al-Albani juga menshahihkannya. Lihat Ash-Shahîhah no. 331)
2. Dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’î radhiallâhu ‘anhu, bahwa beliau berkata:
كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ فَقَالَ: اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ
Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab: “Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik.” (HR. Muslim no. 2200)
3. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرُّقَى، فَجَاءَ آلُ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا رُقْيَةٌ نَرْقِي بِهَا مِنَ الْعَقْرَبِ، وَإِنَّكَ نَهَيْتَ عَنِ الرُّقَى، قَالَ: فَعَرَضُوهَا عَلَيْهِ، فَقَالَ: «مَا أَرَى بَأْسًا مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala ruqyah. Lalu keluarga ‘Amr bin Hazm datang kepada Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu memiliki ruqyah yang kami pakai untuk meruqyah karena (sengatan) kalajengking. Tetapi engkau telah melarang dari semua ruqyah.” Mereka lalu menunjukkan ruqyah itu kepada beliau. Beliau bersabda: “Tidak mengapa, barangsiapa di antara kalian yang mampu memberi kemanfaatan bagi saudaranya, maka hendaknya dia lakukan.” (HR. Muslim no. 2199)
4. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu beliau berkata:
كَانَ لِي خَالٌ يَرْقِي مِنَ الْعَقْرَبِ، فَنَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرُّقَى، قَالَ: فَأَتَاهُ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّكَ نَهَيْتَ عَنِ الرُّقَى، وَأَنَا أَرْقِي مِنَ الْعَقْرَبِ، فَقَالَ: «مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ»
Dahulu pamanku meruqyah karena (sengatan) kalajengking. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala ruqyah. Maka pamanku mendatangi beliau, lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau melarang dari segala ruqyah, dan dahulu aku meruqyah karena (sengatan) kalajengking.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: ‘Barangsiapa di antara kalian yang mampu memberi manfaat bagi saudaranya, maka hendaknya dia lakukan.” (HR. Muslim no. 2199)
5. Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu ‘anhu beliau berkata:
كُنْتُ أَرْقِي مِنْ حُمَّةَ الْعَيْنِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا أَسْلَمْتُ ذَكَرْتُهَا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ (اعْرِضْهَا عَلَيَّ) فَعَرَضْتُهَا عَلَيْهِ فَقَالَ (ارْقِ بِهَا فَلا بَأْسَ بِهَا)
Di masa jahiliyyah dulu aku meruqyah karena (sengatan) kalajengking dan ‘ain (sorotan mata yang jahat). Tatkala aku masuk Islam, aku memberitahukannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Perlihatkan ruqyah itu kepadaku!’ Lalu aku menunjukkannya kepada beliau. Beliau pun bersabda: ‘Pakailah untuk meruqyah, karena tidak mengapa (engkau) menggunakannya’.” (HR. At-Thabrani dan dihasankan oleh Al-Haitsaimi dalam Majma’ Az-Zawa`id. Lihat tahqiq Al-Huwaini terhadap kitab Al-Amradh karya Dhiya`uddin Al-Maqdisi, hal. 220)
6. Dari Syifa` bintu Abdullah radhiallahu ‘anha:
أَنَّهَا كَانَتْ تَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَلَمَّا جَاءَ الْإِسْلَامُ قَالَتْ: لَا أَرْقِي حَتَّى أَسْتَأْذِنَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَتْهُ فَاسْتَأْذَنَتْهُ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «ارْقِي، مَا لَمْ يَكُنْ فِيهَا شِرْكٌ»
Dahulu dia meruqyah di masa jahiliyyah. Setelah kedatangan Islam, maka dia berkata: ‘Aku tidak meruqyah hingga aku meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Lalu dia pun pergi menemui dan meminta izin kepada beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ‘Silahkan engkau meruqyah selama tidak mengandung perbuatan syirik’.” (HR. Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan yang lainnya. Al-Huwaini berkata: “Sanadnya muqarib.” Ibid, hal. 220)
Demikianlah mereka melakukan ruqyah di masa jahiliyyah. Ruqyah mereka mengandung perbuatan syirik sehingga dilarang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau membolehkannya bagi mereka selama tidak mengandung kesyirikan. Beliau membolehkannya karena ruqyah itu bermanfaat bagi mereka dalam banyak hal.
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Hadits-hadits sebelumnya menunjukkan bahwa hukum asal seluruh ruqyah adalah dilarang, sebagaimana yang tampak dari ucapannya: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala ruqyah.’ Larangan terhadap segala ruqyah itu berlaku secara mutlak. Karena di masa jahiliyyah mereka meruqyah dengan ruqyah-ruqyah yang syirik dan tidak dipahami. Mereka meyakini bahwa ruqyah-ruqyah itu berpengaruh dengan sendirinya. Ketika mereka masuk Islam dan hilang dari diri mereka yang demikian itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka dari ruqyah secara umum agar lebih mantap larangannya dan lebih menutup jalan (menuju syirik). Selanjutnya ketika mereka bertanya dan mengabarkan kepada beliau bahwa mereka mendapat manfaat dengan ruqyah-ruqyah itu, beliau memberi keringanan sebagiannya bagi mereka. Beliau bersabda: ‘Perlihatkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Tidak mengapa menggunakan ruqyah-ruqyah selama tidak mengandung syirik’.” (Ahkamur Ruqâ wa At-Tamâ`im hal. 35)
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ
“Tidak ada ruqyah kecuali karena ‘ain (sorotan mata yang jahat) atau humah (sengatan kalajengking).” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Turmudzi, dan Ibnu Majah dari shahabat ‘Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhu)
Menurut sebagian pendapat bahwa ruqyah tidak diperbolehkan kecuali karena dua hal yang telah disebutkan dalam hadits di atas. (Lihat Fathul Bari, 10/237, cetakan Darul Hadits)
Ini adalah pendapat yang lemah karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan dengan sabdanya tersebut untuk melarang ruqyah pada yang selain keduanya. Yang beliau maksudkan bahwa ruqyah yang paling utama dan bermanfaat adalah ruqyah yang disebabkan karena ‘ain atau humah. Hal ini terlihat dari uraian hadits. Ketika Sahl bin Hunaif terkena ‘ain, dia bertanya: “Adakah yang lebih baik dalam ruqyah?”
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ نَفْسٍ أَوْ حُمَةٍ
“Tidak ada ruqyah kecuali karena satu jiwa dan humah (sengatan kalajengking).”
Demikian pula hadits-hadits yang lain, baik yang bersifat umum atau khusus, seluruhnya mengarah kepada makna di atas. (Lihat Zâdul Ma’âd, 4/161, cet. Muassasah Ar-Risalah)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullâh berkata: “Para ulama berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan untuk membatasi ruqyah hanya pada keduanya dan melarang dari selain keduanya. Yang beliau maksudkan adalah tidak ada ruqyah yang lebih benar dan utama daripada ruqyah karena ‘ain dan hummah karena bahaya keduanya sangat dahsyat.” (Syarh Shahih Muslim 14/177, cet. Al-Maktab Ats-Tsaqafi)

Bersambung 

Jangan sampai ketinggalan baca semuanya (Serial RUQYAH 1 - 6)

0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Terbaru

Popular Posts