Minggu, 12 Januari 2014



Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat yang di tangan-Nya segala perkara. Dia-lah yang membuat manusia tertawa dan menangis. Dan Dia-lah Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia terbaik yang telah menghadapi berbagai macam ujian yang menyedihkan hati dengan penuh kesabaran dan keimanan kepada Rabb semesta alam, dan juga kepada keluarga beliau, shahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat.

Saudaraku seiman yang semoga dirahmati Allah-, memang sebuah hal yang sudah diketahui bahwa manusia akan terus merasakan dua hal dalam hidupnya, kesedihan maupun kegembiraan. Kedua kondisi ini senantiasa menyertai seorang manusia mulai dari kecil hingga ajal menjemputnya. Akan tetapi, seorang muslim adalah seorang yang memiliki prinsip dan keyakinan teguh bahwasanya segala perkara ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah prinsip seorang muslim yang harus tertanam dalam qalbu mereka.

Jika seorang muslim sudah meresapi dan memahami prinsip di atas, maka dia akan meyakini bahwa segala apa yang terjadi di dunia ini, segala apa yang menimpa dirinya, adalah kehendak Allah ‘Azza wa Jalla.

 

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ


 

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. At Taghabun : 12)

 

Terkadang, memang sebuah ujian datang bertubi-tubi hingga membuat seorang manusia hampir putus asa. “Bukankah saya telah beramal shalih?? Bukankah saya telah menghidupkan sunnah-sunnah Nabi?? Kapankah datang pertolongan Allah? Kapankah ini semua berakhir? Kapankah…kapankah??”

Cukuplah perkataan diatas terbantahkah dengan firman Allah Ta’ala,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ


 

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” (QS. Al Baqarah : 214)

Allah juga berfirman sebagai jawaban berikutnya,

 


أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ


 

“Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS. Al Baqarah : 214)

Faktor Utama Munculnya Putus Asa

Ketahuilah, kebanyakan kita dapati orang-orang berputus asa terhadap rahmat Allah dalam dua hal:

1. Ketika ia ditimpa musibah dalam hal dunia

2. Ketika ia terjerumus kedalam dosa-dosa yang membinasakan

Maka janganlah sampai kita (apabila ditimpa dua point diatas) berputus asa dari rahmatNya, akan tetapi carilah rahmatNya yang luas! Jangan berputus asa dan gampang menyerah! Karena tidaklah seseorang berputus asa, kecuali orang-orang kaafir. Oleh karenanya putus asa dari rahmat Allah, adalah salah satu dari dosa-dosa besar yang paling besar, sebagiamana dikatakan Ibnu Mas’uud radhiyallaahu ‘anhu:

الكبائر: الإشراك بالله ، والأمن من مكر الله ، والقنوط من رحمة الله ، واليأس من روح الله


 

“Dosa besar yang paling besar adalah menyekutukan Allah, merasa aman dari makar Allah, putus asa terhadap rahmat Allah, dan putus harapan terhadap kelapangan dari Allah.” [1]

 Pertama: Berputus asa terhadap Allah dalam menghadapi ujianNya dalam masalah dunia

Yang putus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kaafir

Allah berfirman:

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَىٰ بِجَانِبِهِ  وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا


“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.” (Al-Israa’: 83)

Allah juga berfirman:

وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ


“Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.” (Ar-Ruum: 36)

Allah juga memfirmankan tentang mereka:

لا يَسْأَمُ الإنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ (49) وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ (50)


“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan. Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya”. Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.” (Fushshilat: 49-50)

Ini adalah sifat dasar orang-orang munafiq, sebagaimana Allah berfirman tentang mereka:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ


“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Al-Hajj: 11)

Janganlah kesempitan harta atau banyaknya masalah dunia, menjadikan kita putus asa terhadap rahmatNya

Allah berfirman perkataan Nabi Ya’qub ‘alaihis salam:

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ


“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya; dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Yusuf: 87)

Pelajarilah pula bagaimana beliau menghadapi banyaknya masalah dunia yang menimpa beliau:

فَصَبْرٌ جَمِيلٌ . وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ


“Maka kesabaran yang baik (itulah kesabaranku); Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ


“Ya’qub berkata: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…” (Yusuf 18 dan 86)

Kebanyakan kita melihat kaum muslimin begitu cepatnya berputus asa, ketika Allah menguji mereka akan perkara dunia mereka. Hati mereka begitu sempit, dan mereka lupa akan luasnya rahmat Allah.

Ambil contoh: ketika mereka diuji dengan minimnya harta, maka mereka berputus asa dan putus harapan, seakan dunia akan kiamat, seakan tidak ada lagi harapan hidup. Padahal mereka tahu bahwa Allah Maha Kaya lagi Pemberi Rezeki. Bagaimana bisa mereka putus asa?! Sehingga akhirnya mereka pun mendatangi dan meminta pertolongan dukun-dukun1, untuk mendapatkan keuntungan dunia yang sedikit!

Padahal ia sudah membaca firman-Nya:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ


“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (Hud: 6)

Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ


“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” [2]

Apa yang Allah takdirkan ini tak ada yang bisa mengelaknya. Dalam sebuah hadits disebutkan,

وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ


“Engkau harus tahu bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu dan sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, tidak mungkin menimpamu.” [3]

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.” [4]

Demikian pula, contoh lainnya: seperti jika ditimpa penyakit yang berkepanjangan. Maka kita tidak boleh berputus asa dari rahmatNya! Apalagi sampai membunuh diri kita atau orang lain, karena tidak sabar menahan derita. Padahal Allah menjanjikan pahala yang besar kepada kita, apabila kita bersabar dalam menghadapi musibah tersebut, ikhlash karenaNya.

Lihatlah kesabaran nabi ayyub ketika beliau ditimpa penyakit yang berkepanjangan:

وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ


“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan.” (Shaad: 41)

Dan lihatlah bagaimana keyakinan Al-Khalil Ibrahim ‘alaihis salaam, yang disebutkan dalam firmanNya:

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ


“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (Asy-Syu’araa: 80)

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ


“Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya.” [5]

Kedua: Berputus asa apabila jatuh kedalam maksiat.

Ketika manusia tersebut jatuh kedalam dosa, maka ia berkata: “sesungguhnya dosa-dosamu sangat banyak dan sangat membinasakan, tiada harapan bagimu!” dan orang tersebut pun putus harapan.. mengira mustahil bagi dirinya mendapatkan ampunan Allah.. hingga akhirnya ia tidak bertaubat, bahkan terus berada dalam jurang kebinasaan..

Padahal yang seharusnya mereka lakukan adalah segera bertaubat kepada Allah, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima taubat.. tidak ada yang mustahil bagi Allah, bahkan dosa kufur dan syirik pun akan diampunkanNya jika seorang jujur/benar dalam taubatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون


“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang bertaubat.” [6]

Firman Allah Ta’ala:

أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


“Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Maa-idah: 74)

Allah juga berfirman:

 

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ


Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Az-Zumar: 53).

Ketika menjelaskan surat Az-Zumar ayat 53 di atas, Ibnu Abbas mengatakan, “Barangsiapa yang membuat seorang hamba berputus asa dari taubat setelah turunnya ayat ini, maka ia berarti telah menentang Kitabullah ‘azza wa jalla. Akan tetapi seorang hamba tidak mampu untuk bertaubat sampai Allah memberi taufik padanya untuk bertaubat.”[7]

Renungan:

Pertama, wahai saudaraku, Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat Yang Maha Adil, tidak pernah dan tidak mungkin menzhalimi hamba-Nya.

وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا


“Dan Rabb-mu tidaklah menzhalimi seorangpun” (Al-Kahfi : 49)

 

Kedua, segala apa yang menimpa kita, semuanya sudah tertulis dalam lauhul mahfuzh.

 

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

 

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (Al-Hadid : 22)

 

Jika demikian, seorang muslim akan sadar, mengetahui, dan pasrah terhadap ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia akan sadar bahwa segala sesuatu yang menimpa dirinya memang telah Allah takdirkan jauh sebelum dirinya muncul di dunia ini.

 

لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ


“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu” (Al-Hadid : 23)

 

Ketika musibah menimpa, maka ia tahu bahwa hal itu sudah Allah tetapkan untuknya. Sehingga dia tidak akan bisa berlari dari ketetapan Allah. Akhirnya dia pun pasrah dan tidak terlalu bersedih terhadap apa yang menimpanya karena ia yakin semuanya telah tertulis  di lauhul mahfuzh untuk dirinya.

Ketiga: Berputus asa dari rahmat Allah merupakan akhlaq yang sangat tercela karena perbuatan ini merupakan sikap su’u dzan (buruk sangka) kepada Allah ditinjau dari dua sisi:

  1. Meragukan kemampuan Allah Ta’ala. Barang siapa yang yakin akan kesempurnaan kemampuan Allah, tentunya tidak akan menganggap harapannya mustahil terpenuhi oleh Allah Ta’ala.

  2. Meragukan rahmat Allah. Seorang yang yakin dengan kasih sayang Allah makan dia tidak akan menganggap bahwa Allah enggan manyayanginya.[8]


Wallahu Ta’ala A’lam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 








[1]  Hadis hasan sahih; diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir; lihat Majma’ Az-Zawaid, 1/104.




[2]  HR. Muslim no: 2653.




[3]  HR. Abu Dawud no: 4699, dengan sanad shahih.

 




[4]  Al-Fawa’id: hal, 94.




[5]  HR. Bukhari: no. 5641




[6]  Lihat Shahih Jami’us Shaghir: no, 4391.




[7]  Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/141.

 




[8]  Al-Qaulul Mufid: 2/204.


0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Terbaru

Popular Posts