Jumat, 25 Januari 2013



Hari demi hari berlalu, namun sudahkah kita instrospeksi diri terhadap hari-hari yang berlalu dihadapan kita, sudahkah kita bertanya kepada diri kita, amal shalih apakah yang hendak saya amalkan pada hari ini?

Ingatlah bahwa Allah Ta’ala berfirman,

وَوُضِعَ الْكِتابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنا مالِ هذَا الْكِتابِ لا يُغادِرُ صَغِيرَةً وَلا كَبِيرَةً إِلاَّ أَحْصاها وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حاضِراً وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً


“Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa akan merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) didalamnya. Mereka berkata ‘sungguh celaka kami! Kitab apakah ini? Tidak ada satupun yang tertinggal, yang kecil maupun yang besar melainkan tercatat semuanya.’ Dan mereka dapati (semua) apa yang mereka kerjakan (tertulis). Dan Rab-mu tidaklah berbuat dzalim kepada seoran  jua pun.” (Al-Kahfi: 49)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحافِظِينَ . كِراماً كاتِبِينَ . يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ


“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Mereka mengeyahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Infithar: 10-12)

Berkata shahabat Abu Darda’ radhiyallahu’anhu, “Apabila seseorang menjumpai suatu pagi, berkumpullah hawa nafsu dan amalannya. Jika amalnya menuruti hawa nafsunya, maka harinya menjadi hari yang buruk. Dan jika hawa nafsunya menuruti amalannya, maka harinya menjadi hari yang baik.”[1]

Oleh karena itu bersegeralah dalam memperoleh kebaikan, dan mintalah taufiq kepada Allah agar dibimbing menuju jalan kebahagiaan.

Diantara prinsip-prinsip dalam memulai amalan shalih sehari-hari antara lain[2]:

  1. 1.      Memulai Hari dengan Niat yang Shalih


Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ خَارِجٍ يَخْرُجُ - يَعْنِي مِنْ بَيْتِهِ - إِلَّا بِيَدِهِ رَايَتَانِ: رَايَةٌ بِيَدِ مَلَكٍ، وَرَايَةٌ بِيَدِ شَيْطَانٍ، فَإِنْ خَرَجَ لِمَا يُحِبُّ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، اتَّبَعَهُ الْمَلَكُ بِرَايَتِهِ، فَلَمْ يَزَلْ تَحْتَ رَايَةِ الْمَلَكِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ، وَإِنْ خَرَجَ لِمَا يُسْخِطُ اللهَ، اتَّبَعَهُ الشَّيْطَانُ بِرَايَتِهِ، فَلَمْ يَزَلْ تَحْتَ رَايَةِ الشَّيْطَانِ، حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ


“Setiap orang yang keluar dari rumahnya, maka didepan pintunya ada bendera ditanagan malaikat dan bendera ditangan setan. Apabila ia keluar untuk suatu tujuan yang dicintai oleh Allah, maka malaikat akan mengikutinya dengan membawa benderanya dan dia terus dibawah bendera malaikat hingga ia kembali kerumahnya. Adapun jika ia keluar untuk suatu tujuan yang dimurkai Allah, maka setan akan keluar mengikutinya dengan membawa benderanya dan ia terus dibawah bendera setan hingga ia kembali kerumahnya.”[3]

  1. 2.      Gemar beramal shalih


Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَا طَلَعَتْ شَمْسٌ قَطُّ إِلَّا بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ، يُسْمِعَانِ أَهْلَ الْأَرْضِ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ هَلُمُّوا إِلَى رَبِّكُمْ فَإِنَّ مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثُرَ وَأَلْهَى، وَلَا آبَتْ شَمْسٌ قَطُّ إِلَّا بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ يُسْمِعَانِ أَهْلَ الْأَرْضِ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ: اللهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَأَعْطِ مُمْسِكًا مَالًا تَلَفًا


“Tidaklah terbit matahari kecuali diutus dua malaikat pada kedua sisinya. Keduanya menyeru yang dapat didengar oleh penduduk bumi, kecuali tsaqalain (manusia dan jin): ‘Wahai sekalian manusia! Marilah menuju kepada Rab kalian. Sesungguhnya sedikit namun cukup itu lebih baik dari pada banyak namun melalaikan.’ Dan tidaklah terbenam matahari, kecuali diutus kedua malaikat pada kedua sisinya. Mereka berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfaq. Ya Allah, berikanlah kehancuran kepada orang yang tidak mau berinfaq’.” [4]

Sungguh amat sangat kasihan seorang yang berlalu dari hidupnya tanpa diisi ketaatan kepada Allah Ta’ala. Mereka membuka terbitnya matahari dengan kemaksiatan dan menutup terbenamnya matahari dengan kemaksiatan juga. Wal’iyadzubillah.

  1. 3.      Tidak Tertipu Dengan Angan-angan Kosong.


Hendaknya setiap muslim dan muslimah waspada dari sikap meyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang dapat membeinasakan, merugikan, atau hal-hal lain yang tidak bermanfaat.

Berkata imam Ibnu Jama’ah, “Hendaknya para penuntut ilmu bersegera untuk memanfaatkan masa mudanya dan seluruh waktu dari umurnya utuk memperoleh ilmu. Janganlah ia tergoyahkan dari tipuan angan-angan kosong dan emnunda-nunda, karena setiap saat dari umurnya akan berlalu, tidak akan pernah kembali, dan tidak dapat diganti.”[5]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

الشَّيْخُ يَكْبَرُ، وَيَضْعُفُ جِسْمُهُ وَقَلْبُهُ، شَابٌّ عَلَى حُبِّ اثْنَيْنِ: طُولِ الْعُمُرِ، وَالْمَالِ


“Setiap orang tua akan bertambah tua dan badannya akan melemah, namun hatinya senantiasa merasa muda dalam kedua kecintaan: (1) panjang umur dan (2) cinta harta.”[6]

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallalahu’alaihi wasallam bersabda,

يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَتَبْقَى مِنْهُ اثْنَتَانِ: الْحِرْصُ، وَالْأَمَلُ


“Setiap anak Adam itu akan menjadi tua dan hanya tersisa darinya dua hal: ambisi dan angan-angannya.”[7]

Allah Ta’ala berfirman,

...الشَّيْطانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلى لَهُمْ


“...Setan telah menjadikan mereka mudah untuk (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.” (QS. Muhammad: 25)

  1. 4.      Bersungguh-sungguh dalam memperoleh sesuatu yang bermanfaat.


Hendaknya setiap muslim dan muslimah senantiasa mengkonsentrasikan dirinya untuk sesuatu yang bermanfaat didunia dan akherat, disertai ketundukan kepada-Nya dan permintaan tolong kepada-Nya. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ، فَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللَّهُ، وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ


Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa-apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganah engkau berkata, ‘seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu,’ tetapi katakanlah, ‘Ini telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki,’ karena ucapan ‘seandainya’ akan membuka (pintu) perbuatan setan.”[8]

  1. 5.      Tawakkal Kepada Allah Ta’ala


Hendaknya setiap muslim untuk mengisi aktivitasnya dengan tawakkal kepada Allah. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallammbersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا


“Andaikan kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberi rizki kepada kalian seperti memberi rizki kepada burung. Mreka pergi pagi hari dalam keadaan perut kosong dan pulang pada sore hari dalam keadaan perut kenyang.”[9]

Berkata imam Ibnu Rajab, “Hadits ini adalah landasan dalam bertawakkal. Hal itu juga diantara sebab dalam memperoleh rizki.”[10]

  1. 6.      Senantiasa Bersikap Jujur


Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ، وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا


“Hendaknya kalian selalu jujur, karena jujur menunjukan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukan kepada surga, senantiasa seseorang itu jujur dan selalu berusaha jujur sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang yang jujur.”[11]

  1. Larangan Berbuat Dzalim


Larangan ini mencangkup kedzaliman kepada diri sendiri seperti kesyrikan, kebid’ahan, dan segala bentuk maksiat. Maupun kedzaliman kepada orang lain seperti menipu, mencuri, menghancurkan kehormatan orang lain, dst.

Adzab bagi orang yang dzalim amat berat dan pedih, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

«إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ» قَالَ: ثُمَّ قَرَأَ: {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ القُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}


“Sesungguhnya Allah pasti menunda (huuman) bagi orang yang dzalim, namun jika Allah telah menyiksanya, maka Dia tidak akan meloloskannya.” Kemudian beliau shallallahu’alaihi wasallam membaca ayat, Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.”(QS. Huud: 102)[12]

  1. 8.      Bersikap Zuhud


Syaikhul Islam mendefinisikan zuhud yang benar menurut syari’at Islam adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat di akherat serta hatinya yakin dan percaya dengan apa yang ada disisi Allah Ta’ala.[13]

Bersikap zuhud akan menatangkan kecintaan Allah dan kecintaan manusia. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ


“Zuhudlah di dunia, niscaya engkau dicintai Allah. Dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, niscaya engkau akan dicintai oleh manusia.”[14]

Hendaknya setiap muslim bererientasi  kepada akherat dalam menjalani kehidupan dunianya.

Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا نِيَّتَهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِي راغمة


“Barang siapa yang tujuan hidupnya adalah dunia, niscaya Allah akan mencerai beraikan urusannya, menjadikan kefaqiran di pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia (sekedar) apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang niat (tujuan)nya adalah akherat, niscaya Allah akan smengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”[15]

  1. 9.      Dilarang Saling Mendengki


Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

لَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَنَاجَشُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا


“Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling berbuat najasy[16], jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan janganlahh sebagian kalian membeli barang yang ditawar oleh orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.[17]

Namun amat sangat disayangkan sifat ini acap kali terjadi dikalangan para pedagang, para pelaku bisnis, dalam kehidupan bertetangga, bahkan terkadang menjangkiti para ulama dan penuntut ilmu. Wallahul musta’an.

 








[1]  Dzammul Hawa’: no. 22, karya imam Ibnul Jauzi.




[2]  Lihat Ritual Sunnah Setahun: hal. 39-49, karya Ust. Yazid Jawwas hafidzahullah.




[3]  HR. Ahmad: 2/323. Dengan sanad yang hasan.




[4]  HR. Ahmad: 5/197, abu Dawud Ath-Thayalisi: no. 1072, Ibnu Hibban: no. 2476-Al-Mawarid, Al-Hakim: 4/444-445), dan lainnya. Dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani didalam Ash-Shahihah: no. 443.




[5]  Tadzkiratus saami’ wal Mutakallim: hal. 114-115.




[6]  HR. Ahmad: 2/335, 369. Dihasankan oleh syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: no. 1906.




[7]   HR. Ahmad: 3/115, 275. Dishahihkan oleh syaikh Al-Albani didalam Shahih Al-Jami’: 8173.




[8]  HR. Muslim: no. 2664.




[9]  HR. Tirmidzi: no. 2344, Ibnu Majah: no. 4164 dll, dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani didalam Ash-Shahihah: no. 310.




[10]  Jami’ul Ulum Wal Hikam: hal. 516.




[11]  HR. Bukhari: no. 6094 dan Muslim: no. 6805.




[12]  HR. Bukhari: 4686 dan Muslim: no. 2583.




[13]  Majmu’ Fatawa: 10/641.




[14]  HR. Ibnu Majah: no. 4102, Ibnu Hibban dalam Raudhotul ‘Uqalaa’: hal. 128, Ath-Thabrani: no. 5972, lihat Ash-Shahihah: no. 944 dan Shahih Al-Jami’: no. 950.




[15]  HR. Ahmad: 5/183, Ibnu Majah: no. 4105 dll, serta dishahihkan oleh syaikh Al-Albani didalam Ash-Shahihah: no. 950.




[16]  Najasy adalah seorang berpura-pura menawar suatu barang dagangan dengan harga tinggi dihadapan para pembeli lainnya. Tujuannya supaya nilai barang itu semakin tinggi dan orang yang membelinya tidak merasa kemahalan.




[17]  HR. Muslim: no. 2564.


0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Terbaru

Popular Posts