Minggu, 14 Juli 2013

Oleh: Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah

 

   Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا

“Seorang akan merasakan manisnya iman: dengan ridho’ Allah sebagai Rab-Nya dan Muhammad sebagai Rasul.” (HR. Muslim)

  Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda,

مَنْ قَالَ: حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا غُفِرَ لَهُ

“Barang siapa mengucapkan setelah mendengarkan muadzin, ‘Aku ridhio’ Allah sebagai Rab-Ku , Muhammad sebagai Rasul (yang diutus kepadaku), dan Islam adalah agamaku’. Maka Allah akan mengampuni dosanya.” (HR. Muslim).

  Kedua hadits diatas adalah pokok dan puncak agama. Di dalamnya terkandung keridhoan terhadap Rububiyah Allah Ta’ala dan uluhiyah-Nya, ridho terhadap Rasul-Nya dan tunduk kepadanya, serta ridho terhadap agama-Nya dan berserah diri kepadanya. Barang siapa yang terkumpul pada diri seseorang empat perkara diatas, maka dialah orang yang jujur dengan sebenar-benarnya. Hal tersebut amat mudah diucapkan dengan lesan namun dalam praktek kehidupan nyata sulit untuk diwujudkan, apatah lagi jika bertentangan dengan hawa nafsunya dan keinginannya. Dari sini dapat diketahui bahwa ridho dengan hal-hal di atas bisa diucapkan dengan lesan namun terkadang praktek secara nyata menyelisihinya.

·          Ridho’ terhadap Uluhiyah Allah terkandung di dalamnya beberapa perkara diantaranya: ridho’ dalam memberikan kecintaan (yang penuh dengan pengagungan) hanya kepada-Nya, takut kepada-Nya, berharap hanya kepada-Nya, kembali kepada-Nya, bersimpuh kepada-Nya, dan memusatkan seluruh keinginan dan kecintaan seluruhnya hanya kepada-Nya, seluruhnya mengandung peribadatan dan ikhlas kepada-Nya.



·           Adapun ridho’ terhadap Rububiyahnya adalah: ridho’dengan Allah Yang mengatur hamba-Nya, bertawakkal hanya kepada-Nya, hanya meminta tolong kepada-Nya, percaya terhadap-Nya, menyandarkan diri kepada-Nya, serta ridho’ dengan segala perbuatan-Nya.

  Yang pertama (ridho’ terhadap uluhiyah-Nya): Terkandung padanya ridho’ terhadap apa-apa yang di yang diperintah-Nya.

  Kedua (ridho’terhadap Rububiyah-Nya): Terkandung padanya ridho’ terhadap apa-apa yang ditakdirkan-Nya.

  Banyak sekali dari kalangan manusia yang dia ridho’ Allah sebagai Rabnya dan memang selayaknya demikian, akan tetapi dia tidak ridho’ dengan hanya menjadikan Allah semata sebagai pelindung dan penolongnya. Bahkan ia mencari pelindung lain selain Allah Ta’ala dengan anggapan bahwa mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, akhirnya mereka menjadikannya sebagai sekutu-sekutu selain Allah seperti para menteri yang mendekatkan kepada raja, ini sebuah kesyirikan yang hakiki. Hal itu dikarenakan tauhid yang benar adalah seorang tidak menjadikan sekutu-sekutu selain Allah Ta’ala, sedangkan di dalam Al-Qur’an amat banyak penjelasan sifat orang-orang musyrik yang menjadikan sekutu-sekutu selain Allah.

   Masuk juga di dalamnya bersikap loyal terhadap para Rasul dan para Nabi-Nya serta para hamba-hambanya yang beriman, karena inilah hakekat kesempurnaan iman dan loyalitas. Dua hal diatas adalah asas utama pondasi tauhid.

 Banyak dari manusia berhukum dengan selain hukum-Nya dalam menyelesaikan perselisihan, dan ridho’ terhadap hukum tersebut. Inilah tiga perkara yang menjadi tiang penyangga tauhid: yaitu tidak menjadikan selain-Nya sebagai Rab atau Ilah (sesembahan), dan tidak berhukum dengan selain hukum-Nya.

·         Adapun Kandungan yang terdapat pada keridho’an Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sebagai Rasul-Nya adalah: Memberikan ketundukan secara senpurna kepada beliau, serta berserah diri secara mutlak kepadanya; yaitu dengan mendahulukan beliau atas dirinya sendiri. Tidak ada petunjuk kecuali yang bersumber dari sabdanya, tidaklah berhukum kecuali kepadanya, tidak boleh berhukum dengan selinnya, serta tidak akan pernah ridho’ dengan hukum selainnya sama sekali; baik dalam permasalahan nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, maupun perbuatan-perbuatan-Nya, tidak pula dalam permasalahan hakekat keimanan dan penopang-penopangnya, atau dalam masalah-masalah lahiriyah maupun yang tersembunyi tidak boleh bagi seorang pun untuk ridho’ berhukum dengan selain hukum beliau shallallahu’alaihi wasallam, Kecuali jika seorang dalam keadaan terpaksa (maka ia mendapatkan udzur) hal ini ibarat orang yang dalam kondisi darurat dan tidak mendapatkan makanan apa-apa kecuali hanya sekedar bangkai dan darah, atau dengan perumpamaan yang paling bagus seperti orang yang tayammum dengan debu ketika tidak mendapatkan air untuk bersuci.



·         Adapun kandungan ridho’ terhadap agama Islam adalah: Seorang ridho’ dengan agamanya baik dalam ucapan, hukum, perintah dan larangan. Tidak ada keraguan pun di dalam hatinya untuk menerima hukum tersebut serta berserah diri secara pasrah, walaupun apa yang ada di dalamnya bertentangan dengan keinginan dirinya, hawa nafsunya, orang yang dia jadikan panutan, gurunya, atau kelompoknya.



Hal-hal diatas tidak dapat menyebabkan manusia merasa sempit kecuali orang-orang yang ghuraba’ (tarasing karena berpegang tegug dengan Islam). Oleh karena itu janganlah engkau bersedih karena menyendiri atau terasing, demi Allah kejayaan yang hakiki adalah dengan mentaati Allah dan Rasul-Nya, serta seorang ridho’ Allah sebagai Rabnya serta Muhammad adalah Rasul-Nya, dan Islam sebagai agamanya.

   Bahkan seorang yang jujur keimanannya, setiap kali dia merasa terasing (ditengah-tengah manusia) ia akan mengatakan, “Ya Allah, tambahkanlah untukku keterasingan, jauhkanlah aku dari kebisingan lingkungan, dan aku mendekatkan diriku pada-Mu.” Setiap kali dia merasakan manisnya keterasingan dan kesendirian dia akan memandang kesedihan seolah-olah perlakuan baik dari manusia, kehinaan hakekatnya adalah kemuliaan, ia tidak mau tahu tentang kebodohan yang mengotori pikiran mereka, dan tidak adanya hubungan dia dengan para manusia (yang rusak) adalah ibarat pergaulan sejatu dalam sebuah komunitas mereka. Orang yang seperti ini adalah sosok yang selalu mendahulukan kepentingan Allah dari pada kepentingan manusia, namun sebaliknya tidaklah seseorang menjual kepentingan Allah demi memenuhi hawa nafsu manusiamelainkan akan binasa. Hal itu dikarenakan tujuan hidup dia di dunia hanya mencari kecintaan manusia saja. Apabila telah datang hari kiamat putuslah persahabatan, dinampakkanlah hakekat, dibangkitkanlah manusia dari kuburnya, dinampakkan apa-apa yang tersembunyi di dalam dada, tidak ada lagi suatu rahasia, dan tidak ada lagi pertolongan kecuali dari Allah Ta’ala, ketika itu nampaklah kerugian yang dialaminya, namun tahukah dia apakah amalan yang bisa memberatkan dan membuat ringan amalan mereka. Wallahul musta’an.

Sumber: Madarijus Salikin. Dari www.sahab.net

 

0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Terbaru

Popular Posts